Monday, 28 January 2013

Khusnudzon


I.PENDAHULUAN

Khusnudzon
“Begitu indahnya bila kita memiliki hati yang bersih, pikiran yang selalu positif, dan tindakan yang lurus. Kita akan memandang diri kita penuh dengan rasa syukur. Apapun yang kita miliki dan terima, semua dikembalikan lagi kepada Allah. Karena Allah akan memberikan nikmat yang lebih banyak lagi bila hamba-Nya bersyukur pada-Nya. Itulah janji Allah, yang tak akan pernah diingkari oleh-Nya. La in syakartum La aziidannakum (Jika kalian bersyukur, niscaya Aku (ALLAH) akan menambah rizkimu)…QS.14 : 7
Dengan pikiran yang jernih, kita pun tidak terlalu banyak menuntut orang lain untuk berbuat begini dan begitu sesuai dengan yang kita inginkan. Pikiran kita tidak melulu menuntut tapi selalu memberi perhatian dan toleransi pada orang lain dan berusaha mengerti keadaannya walau bagaimanapun.
Husnudzon atau berbaik sangka pada siapapun adalah kunci kita bisa membangun hubungan baik dengan orang lain. Rasulullah pun pernah mengatakan bahwa tingkatan ukhuwah yang paling rendah adalah husnudzon. Sedangkan yang tertinggi adalah itsar (mendahulukan kepentingan orang lain dibanding kepentingan sendiri)
Artinya, bahwa sebuah ukhuwah (ikatan persaudaraan) akan terjalin indah bila satu sama lain saling mengerti dan memahami. Tidak pernah terpikir dan terbersit perasaaan dendam, iri atau kesal dengan perilaku orang lain. Jangankan dengki, iri saja pun tidak diperkenankan oleh Allah. Bila kita sudah ada rasa su’udzon, berarti kita sudah melewati syarat sebuah ukhuwah dapat terwujud.
Bagaimana kita bisa itsar kalau husnudzon saja terasa begitu sulit?
Bagaimana kita bisa mengalah demi orang lain jika berbaik sangka saja rasanya begitu susah?
Husnudzon terlihat seperti perkara yang mudah, namun ternyata faktanya sangat sulit diaplikasikan. Lebih mudah bersu’udzon (berburuk sangka) dibanding berbaik sangka. Karena memang syetan terus menghembuskan nafsu dan egoisme kita untuk melihat kesalahan orang lain seperti melihat gajah di pelupuk mata, dan mencari kebaikan orang lain seperti mencari semut hitam di atas batu hitam (pas malem-malem, mati lampu pula)
Contoh kecil saja seringkali kita alami. Misalnya ketika kita melihat ada orang lain yang perilakunya tidak kita sukai, maka kita seakan-akan langsung berpikiran negatif bahwa orang itu memang mengada-ada, suka cari perhatian, atau piktor piktor lainnya (piktor = pikiran kotor). Padahal, bisa jadi dia melakukan itu karena terpaksa atau tidak sengaja. Kita sebaiknya memikirkan 40 alasan yang mendasari ia bisa berbuat seperti itu dan mencoba memahaminya.
Yang terjadi seringnya kita malah ghibah alias gosssip(membicarakan keburukannya pada orang lain) dan tidak mau berusaha memberi kesadaran pada orang itu. Kalo kita hanya sekadar bisanya cuma bergosip gosip show (yang semakin digosok semakin siiip), maka orang itu tidak akan pernah tau dan menyadari bahwa dirinya mungkin pernah berbuat salah. Dalam Al Qur’an surat Al Hujurat ayat 12 dijelaskan :
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
Masya Allah, begitu buruknya analogi orang yang suka menggunjingkan orang lain, seperti memakan bangkai saudaranya sendiri. Bahkan ada juga yang mengatakan bahwa kalau kita ngomongin orang, maka dosa orang itu akan diambil sama kita. Jadi dosanya bisa-bisa double, malah triple.
Terlepas dari seberapa besar dosa yang akan kita dapatkan dengan kita selalu berburuk sangka dan mencari-cari kesalahan orang lain, kemudian mempergunjingkannya kepada orang lain. Tetap saja perbuatan tersebut merupakan perbuatan sia-sia yang akan membunuh diri kita sendiri. Otomatis orang yang selalu berpikiran negatif, tidak akan pernah puas dan tidak suka melihat orang lain bahagia. Walhasil, hatinya selalu dipenuhi noda kebusukan untuk menghasut bahkan memfitnah. Hidupnya tidak akan tenang dan tidak akan pernah merasa aman dan nyaman. Hidupnya selalu sengsara dan menderita tekanan batin tingkat tinggi.













II. PEMBAHASAN
A.     Pengertian Khusnudzon

§  Menurut Al Qur’an Dan Hadist
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” Q.S. Al Hujarat : 12


Dalam sebuah hadis Qudsi allah berfirman: Aku sesuai dengan prasangka hamabaKu terhadapKu.

§  Menurut Bahasa
            Husnudzon arti harfiahnya adalah berbaik sangka. Husnudzon kepada Allah berarti berbaik sangka kepada Allah dalam hal apapun. Hal ini adalah salah satu cara agar kita dapat selalu mensyukuri apa yang telah Allah berikan kepada kita. Kebahagiaan, kesedihan, berkah, musibah dan apapun yang telah ditetapkan oleh Allah atas diri kita pasti mengandung hikmah yang dapat kita petik.

§  Menurut Tokoh
§ Ibnu Athaillah as-Sakandaru
Husnudzon atau berbaik sangka kepada Allah, merupakan salah satu dasar utama kita membangun hubungan dengan Allah Ta’ala. karena banyak orang yang mengalami kesulitan-kesulitan psikhologis ketika harus berbaik sangka kepada Allah terutama jika si hamba Allah ini tertimba takdir yang dirasakan tidak sesuai dengan keinginannya.
§ Rasulullah
Rasulullah pun pernah mengatakan bahwa tingkatan ukhuwah yang paling rendah adalah husnudzon. Sedangkan yang tertinggi adalah itsar (mendahulukan kepentingan orang lain dibanding kepentingan sendiri)


§  Menurut Saya
Khusnudzon adalah suatu pikiran berbaik sangka, positif yang di lakukan seseorang terhadap sesama manusia dan juga Allah S.W.T., dan hal ini dapat menjadi kunci bagi kita untuk menjalin hubungan baik dengan sesama manusia dan Allah Ta’ala.



B.     Implementasi Khusnudzo

1.      Terhadap Teman

§  Selalu berprasangka baik atas segala tindakan teman.
§  Tidak pernah menggunjingkan antar teman.
§  Menerima teman dengan apa adanya.
§  Tidak membeda-bedakan antar teman.
§  Tidak pernah terbesit dan terpikir perasaan dendan terhadap teman.
§  Misalnya ketika kita melihat ada teman yang perilakunya tidak kita sukai, maka kita seakan-akan langsung berpikiran negatif bahwa teman itu memang mengada-ada, suka cari perhatian, atau piktor piktor lainnya (piktor = pikiran kotor). Padahal, bisa jadi dia melakukan itu karena terpaksa atau tidak sengaja. Kita sebaiknya memikirkan 40 alasan yang mendasari ia bisa berbuat seperti itu dan mencoba memahaminya.
§   


2.      Terhadap Orang Tua

§   Selalu mendengarkan nasihat orang tua.
§   Tidak pernah membantah perintah orang tua.
§   Selalu mengerjakan perintah orang tua
§   Selalu berbaiksangka terhadap segala perbuatan orang tua.


3.      Terhadap Dhuafa

§  Kita selalu berfikiran positif terhadap mereka.
§  Jika kita punya rejeki berlebih sebaiknya kita selalu berbagi dengan kaum dhuafa.
§  Kita tidak boleh membiarkan mereka kelaparan.






C.      Langkah-langkah berkhusnudzon
Jika engkau bertemu Seseorang,Maka yakinilah bahwa dia lebih baik darimu,Ucapkan dalam hatimu:
“Bisa Jadi Kedudukannya disisi ALLAH SUBHANAHU WATA’ALA,Jauh lebih baik dan lebih tinggi dariku”..
~Jika bertemu anak Kecil,Maka Ucapkanlah (dalam hatimu)..
“Anak ini belum bermaksiat Kepada ALLAH SUBHANAHU WATA’ALA,Sedangkan diriku telah banyak bermaksiat Kepada~Nya,Tentu anak ini Jauh lebih baik dariku”..
~Jika bertemu dengan Orang Tua,Maka Ucapkanlah (dalam hatimu)..
“dia telah beribadah Kepada ALLAH SUBHANAHU WATA’ALA,Jauh lebih lama dariku,Tentu dia lebih baik dariku”..
~Jika bertemu dengan Seorang berilmu,Maka Ucapkanlah (dalam hatimu)..
“Orang ini Memperoleh Karunia yg tidak akan ku peroleh,Mencapai Kedudukan yg ti akan pernah ku capai,Mengetahui apa yg tidak ku ketahui,dan dia Mengamalkan Ilmunya,Tentu dia lebih baik dariku”..
~Jika bertemu dengan Seorang yg bodoh,Maka Ucapkanlah (dalam hatimu)..
“Orang ini bermaksiat Kepada ALLAH SUBHANAHU WATA’ALA,Karena dia bodoh(Tidak tahu),Sedangkan Aku bermaksiat Kepada~Nya,Padahal Aku Mengetahui Akibatnya..
Dan Aku Tdk tahu bagaimana Akhir Umurku dan Umurnya Kelak,dia tentu lebih baik dariku..
~Jika bertemu dengan Orang Kafir,Maka Ucapkanlah (dalam hatimu)
“Aku tidak tahu,bagaimana Keadaannya Kelak,bisa jadi diakhir Usianya,dia Memeluk Agama Islam dan beramal Sholeh,dan bisa jadi diakhir Usia diriku Kufur dan berbuat buruk”..
(Nasehat: Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani)






D.    Keunikan Khusnudzon
§  Dengan pikiran yang jernih, kita pun tidak terlalu banyak menuntut orang lain untuk berbuat begini dan begitu sesuai dengan yang kita inginkan. Pikiran kita tidak melulu menuntut tapi selalu memberi perhatian dan toleransi pada orang lain dan berusaha mengerti keadaannya walau bagaimanapun.
§  Husnudzon atau berbaik sangka pada siapapun adalah kunci kita bisa membangun hubungan baik dengan orang lain. Rasulullah pun pernah mengatakan bahwa tingkatan ukhuwah yang paling rendah adalah husnudzon. Sedangkan yang tertinggi adalah itsar (mendahulukan kepentingan orang lain dibanding kepentingan sendiri).
§  Selalu memiliki perasaan yang damai dan tenang.
§  Menjalani hidup dengan bahagia karena semuanya hanya mengharap ridho dari Allah S.W.T.

















III. KESIMPULAN
Oleh karena itu, marilah kita mulai menata hati kita. Untuk selalu berpikir positif, untuk selalu berbaik sangka pada saudara-saudara kita. Dengan membiasakan berhusnudzon, maka aktivitas kita akan terasa lebih mudah untuk dijalani. Karena Allah akan selalu memberi jalan kemudahan bagi hamba-hamba-Nya yang berusaha terus memperbaiki dirinya dan memperbaiki sesama saudaranya dalam bangunan ukhuwah yang kuat dan kokoh.
Untuk membentuk sebuah bangunan ukhuwah yang kokoh memang perlu tadhiyah (pengorbanan) yang tinggi. Untuk menjalin persaudaraan memang butuh tahap yang sedikit demi sedikit. Dari tahap ta’aruf (pengenalan), tafahum (saling memahami), takliful qulub (ikatan hati) dan takaful, tadhiyah, serta ta’awun (toleransi, saling berkorban dan tolong menolong).
Semuanya butuh proses dan kesabaran yang tinggi. Semuanya butuh tahap dan komitmen yang teguh. Hanya pada Allah kita berusaha dan bertawakkal. Hasbiyallaahu laa ilaahailallaahu Allahu Akbar … ”
Ketauhilah oleh kita semua bahwa lapang dan sempit merupakan media kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dengan kelapangan dan kesempitan, sesungguhnya Alloh berkehendak agar hamba-Nya selamat di negeri akhirat. Adakalanya Alloh menghadirkan kelapangan agar hamba-Nya banyak bersyukur kepada-Nya. Adakalanya Alloh menghadirkan kesempitan agar hamba-Nya kembali mengingat-Nya. Masukkan kedalam hati sebagai hikmah firman-Nya ini,” Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (QS : Al A’Roof (7) : 168).
Sangat jelas Alloh memberitahu manusia dalam firman-Nya itu. Nikmat dan bencana. Kelapangan dan kesempitan, Alloh yang menghadirkan. Kedua-duanya, tujuannya satu dan sama, yaitu agar manusia kembali kepada kebenaran. Kembali kepada jalan yang diridhoi-Nya.



This entry was posted in

0 komentar:

Post a Comment